Kamis, 14 Mei 2015

Teori Terjadinya Spontaneous Combustion



Ada beberapa teori yang mengungkapkan proses terjadinya suatu spontaneous combustion, tentu saja teori-teori ini berdasarkan pengalaman atau percobaan dari penemunya. Dari teori-teori tersebut ada empat teori utama yang menjelaskan fenomena spontaneous combustion secara lebih luas yaitu ;
1. Teori Pyrite
Besi disulfida (FeS2) berada didalam batubara dalam dua bentuk yaitu ; cubic yellow pyrite (density 5.2) dan rhombic marcasite (density sekitar 4.8)(coward, 1957). Marcasite diketahui lebih reaktif terhadap oksigen dibanding dengan pyrite. Meskipun kemudian Li dan Parr (1926) menemukan bahwa kedua bentuk pyrite tersebut memiliki rate oksidasi yang relatif sama. Pyrite memberikan kontribusi pada terjadinya oksidasi batubara lebih besar dalam bentuk partikel kecil, sedangkan pada partikel yang relatif lebih besar rate oksidasinya akan lebih rendah.
Nilai panas dari oksidasi pyrite ini ditentukan oleh Lamplough and Hill (1912 –13) yang menemukan nilai rata-rata 13.8 J/ml oksigen yang dikonsumsi. Meskipun terdapat beberapa perbedaan mengenai peran pyrite didalam spontaneous combustion, namun sekarang dapat diterima secara umum bahwa :
a. Panas yang dihasilkan dari oksidasi pyrite ikut membantu pada terjadinya oksidasi batubara.
b. Oksidasi pyrite menjadi ferrous sulphate menyebabkan disintegrasi dari batubara sehingga memperluas dareah permukaan batubara untuk terjadinya oksidasi.
Persamaan reaksi berikut menggambarkan reaksi oksidasi pyrite didalam batubara (Schmidt, 1945) ;
2 FeS2 + 7 O2 + 16 H2O 2 H2SO4 + 2 FeSO4. 7H2O
Akan tetapi Miyagawa (1930) menyatakan bahwa persamaan reaksi oksidasi pyrite tidak seperti persamaan reaksi diatas , melainkan mengikuti persamaan reaksi seperti di bawah ini : 
FeS2 + 3 O2 2 FeSO4 + SO2
Dia menyatakan bahwa Sulfur dioksida yang dihasilkan dari reaksi oksidasi tersebut kemudian diadsorpsi kuat oleh permukaan pyrite sehingga mencegah reaksi oksidasi lebih lanjut. Hilangnya gas ini dari permukaan pyrite tersebut karena air, menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi lanjutan.Untuk alasan inilah dia mengklaim bahwa batubara yang mengandung banyak pyrite lebih besar kecenderungannya untuk terjadi spontaneous combustion apabila disimpan dalam keadaan basah atau lembab.
2. Teori “coal oxygen” atau teori kompleks
Pembentukan sebuah “coal-oxygen” kompleks selama oksidasi batubara pada temperatur rendah dinyatakan oleh sejumlah peneliti terdahulu seperti Wheeler (1918), Davis & Byrne (1925), dan terakhir Schmidt (1945).Teori ini menyatakan bahwa adsorpsi oksigen terjadi pada temperatur rendah, tahap ini merupakan tahap awal yang merupakan adsorpsi secara fisik. Tahap ini berlanjut dengan pembentukan komplek oksigen yang mengandung bentuk oksigen yang aktif yang disebut “per-oksigen”. Tahap ini disebut tahap Chemisorption. Kemudian proses ini dilanjutkan pada tahap reaksi per-oksigen tersebut dengan batubara dimana CO, CO2 dan H2O dihasilkan oleh dekomposisi dari per-oksigen tersebut. Secara singkat tahapan dari teori ini dapat disederhanakan menjadi ;
a. Adsorpsi oksigen secara fisik
b.Tahap Chemisorption; pembentukan sebuah komplek yang mengandung oksigen aktif yang disebut ”per-oksigen”
c.Reaksi kimia cepat dimana CO, CO2 dan H2O dihasilkan oleh dekomposisi dari per-oksigen tersebut.
3. Teori Humidity
Batubara akan bereaksi dengan oksigen diudara segera setelah batubara tersebut terekspose selama penambangan. Kecepatan reaksi ini lebih besar terutama pada batubara golongan rendah seperti lignit dan sub-bituminus. Sedangkan pada golongan batubara bituminus keatas atau high rank coal, oksidasi ini baru akan tampak apabila batubara tersebut sudah diekspose dalam jangka waktu yang sangat lama. Apabila temperatur batubara terus meningkat yang disebabkan oleh self heating, maka ini perlu ditangani dengan serius karena ini akan berpengaruh terhadap nilai nilai komersial dari batubara tersebut, selain itu ini akan mengakibatkan pembakaran spontan batubara yang sangat tidak kita inginkan karena akan merugikan dan juga mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Akan tetapi untunglah pada temperatur normal kecepatan oksidasi ini kecil sekali, bahkan cenderung menurun selang dengan waktu. Dengan demikian resiko penurunan kualitas karena oksidasi ini masih bisa diterima dalam perioda waktu pengiriman yang normal ( 8 jam – 8 minggu ). Oksidasi yang dimaksud diatas adalah oksidasi yang tidak diikuti dengan pembakaran spontan atau oksidasi pada temperatur rendah. Akan tetapi apabila disimpan dalam jangka waktu lama di stockpile penurunan kualitas akibat ini biasanya tidak dapat diterima karena selain penurunan kualitas secara kimia juga akan terjadi penurunan kualitas secara fisik terutama terjadi pada batubara golongan rendah atau low rank coal .
4. Teori Bakteri
Karena aktifitas bakteri dianggap dapat menyebabkan terjadinya spontaneous combustion, banyak peneliti melakukan penelitian peran bakteri ini dalam pembakaran spontan batubara.
       Coward (1957) mereview 6 referensi penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang berbeda antara 1908 and 1927. Empat dari penelitian tersebut jelas terbukti bahwa bakteri mampu hidup dalam batubara dan dalam beberapa kasus bakteri dapat menaikan temperature batubara
       Akan tetapi, Graham (1914 -15) menemukan bahwa batubara yang disterilkan dan batubara yang tidak disterilkan memiliki rate oksidasi yang sama, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mekanisme oksidasi batubara tidak melibatkan aktifitas bakteri. Kesimpulan yang sama dinyatakan oleh Winmill (1914-15), dan Scott (1944) bahwa self heating yang terjadi pada batubara bukan karena keberadaan bakteri dalam batubara tersebut.
Pengalaman atau fakta dilapangan menunjukan bahwa pembakaran spontan  batubara terjadi apabila mengikuti kriteria berikut ini:
   Batubara telah lama disimpan atau di stockpile terbuka terlalu lama baik crushed coal maupun raw coal tanpa pemadatan
   Dimensi ukuran, sudut kemiringan,  maupun bentuk stockpile yang tidak memenuhi standar
   Kecepatan angin yang menerpa stockpile
   Banyaknya mineral pengotor yang ikut tertumpuk pada stockpile
   Ketidakseragaman ukuran butir batubara
   Sistem saluran air (drainase) pada stockpile yang tidak sesuai kriteria.
   Pengabaian terjadinya pemisahaan ukuran partikel batubara (coarse dan fine coal).