Ada beberapa teori yang mengungkapkan proses terjadinya suatu spontaneous combustion, tentu saja
teori-teori ini berdasarkan pengalaman atau percobaan dari penemunya. Dari
teori-teori tersebut ada empat teori utama yang menjelaskan fenomena spontaneous
combustion secara lebih luas yaitu ;
1. Teori Pyrite
Besi disulfida (FeS2) berada didalam batubara dalam dua
bentuk yaitu ; cubic yellow pyrite (density
5.2) dan rhombic marcasite (density sekitar 4.8)(coward, 1957).
Marcasite diketahui lebih reaktif
terhadap oksigen dibanding dengan pyrite.
Meskipun kemudian Li dan Parr (1926) menemukan bahwa kedua bentuk pyrite tersebut memiliki rate oksidasi yang relatif sama. Pyrite memberikan kontribusi pada terjadinya oksidasi batubara lebih besar
dalam bentuk partikel kecil, sedangkan pada partikel yang relatif lebih besar rate oksidasinya akan lebih rendah.
Nilai panas dari oksidasi pyrite ini ditentukan oleh Lamplough and Hill (1912 –13)
yang menemukan nilai rata-rata 13.8 J/ml oksigen yang dikonsumsi. Meskipun terdapat
beberapa perbedaan mengenai peran pyrite
didalam spontaneous combustion, namun
sekarang dapat diterima secara umum bahwa :
a. Panas
yang dihasilkan dari oksidasi pyrite
ikut membantu pada terjadinya oksidasi batubara.
b. Oksidasi
pyrite menjadi ferrous sulphate menyebabkan disintegrasi dari batubara sehingga
memperluas dareah permukaan batubara untuk terjadinya oksidasi.
Persamaan reaksi berikut menggambarkan reaksi oksidasi pyrite didalam batubara (Schmidt, 1945) ;
2 FeS2 + 7 O2 + 16 H2O 2 H2SO4 + 2 FeSO4. 7H2O
Akan tetapi Miyagawa (1930) menyatakan bahwa persamaan
reaksi oksidasi pyrite tidak seperti
persamaan reaksi diatas , melainkan mengikuti persamaan reaksi seperti di bawah
ini :
FeS2 + 3 O2 2 FeSO4 + SO2
Dia menyatakan bahwa Sulfur dioksida yang dihasilkan dari
reaksi oksidasi tersebut kemudian diadsorpsi kuat oleh permukaan pyrite sehingga mencegah reaksi oksidasi
lebih lanjut. Hilangnya gas ini dari permukaan pyrite tersebut karena air, menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi
lanjutan.Untuk alasan inilah dia mengklaim bahwa batubara yang mengandung banyak
pyrite lebih besar kecenderungannya
untuk terjadi spontaneous combustion
apabila disimpan dalam keadaan basah atau lembab.
2. Teori “coal oxygen” atau teori kompleks
Pembentukan sebuah “coal-oxygen”
kompleks selama oksidasi batubara pada temperatur rendah dinyatakan oleh
sejumlah peneliti terdahulu seperti Wheeler (1918), Davis &
Byrne (1925), dan terakhir Schmidt (1945).Teori ini
menyatakan bahwa adsorpsi oksigen terjadi pada temperatur rendah, tahap ini
merupakan tahap awal yang merupakan adsorpsi secara fisik. Tahap ini berlanjut
dengan pembentukan komplek oksigen yang mengandung bentuk oksigen yang aktif
yang disebut “per-oksigen”. Tahap ini disebut tahap Chemisorption. Kemudian proses ini dilanjutkan pada tahap reaksi per-oksigen
tersebut dengan batubara dimana CO, CO2 dan H2O dihasilkan
oleh dekomposisi dari per-oksigen tersebut. Secara singkat tahapan dari teori
ini dapat disederhanakan menjadi ;
a. Adsorpsi oksigen secara fisik
b.Tahap Chemisorption; pembentukan
sebuah komplek yang mengandung oksigen aktif yang disebut ”per-oksigen”
c.Reaksi kimia cepat dimana CO, CO2 dan H2O
dihasilkan oleh dekomposisi dari per-oksigen tersebut.
3. Teori Humidity
Batubara akan bereaksi dengan oksigen diudara segera
setelah batubara tersebut terekspose selama penambangan. Kecepatan reaksi ini
lebih besar terutama pada batubara golongan rendah seperti lignit dan sub-bituminus. Sedangkan
pada golongan batubara bituminus
keatas atau high rank coal, oksidasi ini baru akan tampak apabila
batubara tersebut sudah diekspose dalam jangka waktu yang sangat lama. Apabila
temperatur batubara terus meningkat yang disebabkan oleh self heating, maka
ini perlu ditangani dengan serius karena ini akan berpengaruh terhadap nilai
nilai komersial dari batubara tersebut, selain itu ini akan mengakibatkan
pembakaran spontan batubara yang sangat tidak kita inginkan karena akan
merugikan dan juga mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Akan tetapi untunglah pada temperatur normal kecepatan oksidasi ini
kecil sekali, bahkan cenderung menurun selang dengan waktu. Dengan
demikian resiko penurunan kualitas karena oksidasi ini masih bisa diterima
dalam perioda waktu pengiriman yang normal ( 8 jam – 8 minggu ). Oksidasi
yang dimaksud diatas adalah oksidasi yang tidak diikuti dengan pembakaran spontan
atau oksidasi pada temperatur rendah. Akan tetapi apabila disimpan dalam jangka
waktu lama di stockpile penurunan
kualitas akibat ini biasanya tidak dapat diterima karena selain penurunan
kualitas secara kimia juga akan terjadi penurunan kualitas secara fisik terutama
terjadi pada batubara golongan rendah atau low rank coal .
4. Teori Bakteri
Karena aktifitas
bakteri dianggap dapat menyebabkan terjadinya spontaneous combustion, banyak peneliti melakukan penelitian peran
bakteri ini dalam pembakaran spontan batubara.
•
Coward (1957) mereview 6 referensi
penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang berbeda antara 1908 and 1927.
Empat dari penelitian tersebut jelas terbukti bahwa bakteri mampu hidup dalam
batubara dan dalam beberapa kasus bakteri dapat menaikan temperature batubara
•
Akan tetapi, Graham (1914 -15) menemukan bahwa batubara
yang disterilkan dan batubara yang tidak disterilkan memiliki rate oksidasi
yang sama, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mekanisme oksidasi batubara
tidak melibatkan aktifitas bakteri. Kesimpulan yang sama dinyatakan oleh
Winmill (1914-15), dan Scott (1944) bahwa self heating yang terjadi pada batubara bukan karena keberadaan
bakteri dalam batubara tersebut.
Pengalaman atau
fakta dilapangan menunjukan bahwa pembakaran spontan batubara terjadi apabila mengikuti kriteria
berikut ini:
•
Batubara telah lama disimpan atau di stockpile terbuka terlalu lama baik crushed coal maupun raw coal
tanpa pemadatan
•
Dimensi ukuran, sudut kemiringan, maupun bentuk stockpile yang tidak memenuhi standar
•
Kecepatan angin yang menerpa stockpile
•
Banyaknya mineral pengotor yang ikut
tertumpuk pada stockpile
•
Ketidakseragaman ukuran butir batubara
•
Sistem saluran air (drainase) pada stockpile yang tidak sesuai kriteria.
•
Pengabaian terjadinya pemisahaan ukuran partikel batubara (coarse dan fine coal).